GORONTALO, KOMPAS.com
– Gempa bumi sebanyak 138 kali terjadi dalam radius 300 km dari Kota Gorontalo kali mengguncang sepanjang bulan Oktober lalu.
Ratusan kejadian tana goyang atau liluhu ini tidak semua dirasakan oleh masyarakat, hanya gempa dengan skala 4 yang dapat dirasakan sebagai gejala pusing.
Gempa-gempa lokal ini memiliki pusat di darat maupun di laut.
“Gempa dengan hiposenter dangkal dijumpai di sekitar Limboto, Batudaa, dan Kota Timur Gorontalo,” kata Hasan Arif, staf Fungsional Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG) Gorontalo, Minggu (6/11/2016).
Di antara banyaknya gempa tersebut, dua gempa cukup dirasakan masyarakat meskipun magnitudonya di bawah 4.
Menurut Hasan Arif, Gempa-gempa tersebut diakibatkan oleh sesar Gorontalo dan sesar Gempa dangkal hingga dalam dengan kekuatan di bawah 4 berjumlah lebih dari 20 dijumpai di bawah laut Sulawesi.
Gempa dangkal hingga menengah akibat aktivitas subduksi laut Sulawesi sedangkan gempa menengah hingga dangkal akibat aktivitas subduksi laut Maluku.
“Aktivitas di Teluk Tomini lebih besar hingga lebih dari 40 gempa dengan magnitudo di bawah 5. Gempa dangkal banyak dijumpai dekat dengan lengan timur pulau Sulawesi” jelas Hasan Arif.
Semakin ke wilayah utara atau mendekati semananjung Minahasa, gempa semakin dalam hingga Marisa. Seismisitas di bawah permukaan Marisa, Kabupaten Pohuwato dan Tilamuta, Kabupaten Boalemo cukup aktif dengan kedalaman menengah.
“Tidak dijumpai aktivitas gempa dangkal yang berasosisasi dengan sesar lokal di daerah tersebut” lanjut Hasan Arif.
Hasan Arif menjelaskan aktivitas gempa ini dipicu oleh pemanasan kerak yang jauh di dalam bumi. Material yang panas ini memiliki sifat cair ke padat, yang merupakan batuan mineral panas.
Akibat pemanasan terus-menerus, batuan logam ini seperti diaduk-aduk, partikel yang panas akan naik ke arah kerak bumi namun semakin ke atas akan mendingin dan turun kembali, demikian berulang terus-menerus hingga menggerakkan lempeng di atasnya.
“Akibat pemanasan material ini lempeng bergerak namun sangat lambat, antara 5-12 cm pertahun, namun material yang digerakkan ini sangat besar,” jelas Hasan Arif.
Akibat gerakan lempeng ini, terjadi tumbukan. Satu lempeng ada yang menghunjam ke bawah semnetara lempeng lainnya terus mendesak. Lempeng yang menyusup ke bawah sering patah hingga menyebabkan gempa.
Di wilayah Gorontalo tumbukan ini menyebab lempeng di wilayah perairan utara menghunjam ke arah selatan teluk Tomini, semakin ke selatan lempengnya bergerak semakin dalam.
Akibatnya, di wilayah Teluk Tomini mulai selatan Kota Bitung Sulawesi Utara masuk ke dalam teluk menjadi kawasan yang paling banyak digoyang gempa.
Di antara Kota Marisa di Kabupaten Pohuwato hingga Kota Marisa di Kabupaten Boalemo, yang bearda di pesisir selatan Goronatlo hampir setiap hari terjadi gempa bumi dengan kedalaman di atas 100 km dengan magnitudo di bawah 3, sehingga tidak dirasakan masyarakat. Wilayah ini paling aktif.
Di wilayah perairan utara Gorontalo merupakan daerah gempa teraktif kedua. Wilayahnya membentang di perairan laut Sulawesi dari utara Sumalata ke utara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.
Berbeda dengan wilayah Teluk Tomini yang memiliki gempa dalam, di utara Gorontalo justru sering terjadi gempa dangkal dengan magnitudo 4 yang bisa dirasakan masyarakat.
“Tumbukan lempeng ada di laut Sulawesi. Salah satu lempeng bergerak ke dalam hingga masuk ke teluk Tomini, semakin ke selatan semakin dalam”ungkap Hasan Arif.
Bagi penduduk Gorontalo, terjadinya tana goyang atau liluhu merupakan kejadian biasa. Mereka sering merasakan getaran bumi. Biasanya tidak terlalu besar sehingga tidak mengganggu aktifitas.
0 komentar
Posting Komentar